Menikah Bukan Tentang Laku Atau Tidak




“Kasihan ya, dia itu nggak laku-laku.” “Habis, dia terlalu pilih-pilih sih. Jadinya ya gitu, laki-laki takut mau mendekatinya.” “Perempuan itu nggak bisa memilih, jadi ya terima saja siapa pun laki-laki yang mau sama dia.” Berbagai ungkapan sejenis yang bernada sama seringkali terlontar ketika masyarakat kita menyikapi perempuan yang belum juga menikah. Bukannya mendoakan, umumnya mereka memilih nyinyir dan berprasangka negatif terhadap perempuan yang masih melajang di usianya yang melewati ambang layak nikah. Sahabat muslimah, hidup di zaman ketika Islam semakin jauh dari kehidupan itu memang bukan hal yang mudah. Ada saja suara yang berusaha menilai seseorang dari tampilan luarnya saja. Kita tak akan pernah tahu apa yang telah dilewati oleh seseorang lainnya ketika ia memutuskan sesuatu dalam hidupnya. Begitu juga dalam hal jodoh. Masalah jodoh, menurut saya bukan masalah laku atau tidak laku. Kita tidak sedang berjualan kue apem di sini yang bisa dinilai laku bila laris manis.

Begitu sebaliknya, dibilang tak laku bila stok yang tersedia masih banyak. Jodoh adalah masalah hidup dan mati, dunia dan akhirat. Betapa banyak istri yang tersiksa bahkan mati di tangan suami. Mungkin contoh ini terlalu ekstrem. Baiklah sedikit kita ambil contoh tentang betapa banyak istri yang memunyai suami tak pantas disebut imam yang akan menuntunnya ke surga. Suami yang enggan melaksanakan salat lima waktu, tidak memberi nafkah yang layak pada istri dan anak, dan melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Belum lagi suami yang suka mengucap kata talak atau cerai dengan begitu ringannya tapi masih juga enggak dengan resmi berpisah dari istrinya. Masyarakat yang memperlakukan laki-laki seolah lebih istimewa daripada perempuan juga menjadikan hal ini lebih runyam. Permakluman selalu ada bagi laki-laki yang suka berganti pasangan, merokok, minum-minuman keras, suka begadang tak jelas, keluyuran ke tempat-tempat maksiat. Orang akan menyebutnya jantan. Memang begitu seharusnya laki-laki. Cap yang berbeda akan diberikan pada perempuan dengan sebutan bejat atau wanita nakal.

Masyarakat berharap perempuan sebagai tiang negara harusnya bersikap sopan, anggun dan baik. Seiring dengan semakin tingginya pendidikan dan kesadaran perempuan terutama muslimah akan agamanya, semakin selektif mereka memilih suami. Persoalan tak lagi terletak pada laku atau tidak, tapi sudah menginjak masalah prinsip. Tidak semua perempuan yang masih bertahan melajang itu karena tidak ada laki-laki yang mau. Sebaliknya, tidak semua perempuan yang menikah itu merasa dirinya bahagia, bersorak hore karena akhirnya ada yang mau. Tidak sesederhana itu. Akan jauh lebih baik adalah menghormati keputusan seseorang dalam kehidupannya termasuk dalam hal menikah atau belum. Sungguh, secara kodrati tak ada manusia yang suka hidup sendiri. Tapi bila yang datang masih belum memenuhi kriteria dan tak sanggup menghantar ke ridho Ilahi, bukan pilihan yang salah ketika melajang menjadi pilihan diri. Kita tak tahu betapa kondisi ini juga bukan hal yang mudah bagi para muslimah yang masih melajang. Kita tak tahu beban apa yang harus dipikulnya. Tak perlu kita menambah beban tersebut dengan kata-kata yang tak pantas. Cukup doa dan kata-kata baik yang terlontar, itu bisa menjadi bekalnya untuk melewati hari. Apabila kita memang memunyai kenalan laki-laki salih, maka menawarkan untuk memperkenalkan mereka itu jauh lebih baik daripada hanya berkomentar tanpa memberikan solusi. Wallahu alam. (fauziya/voa-islam/muslimahzone.com)

Semoga Bermanfaat

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Melayu kerja Gomen?

Kullu Man Fil Kauni

Apa itu subsidi?