Mengapa Aku Harus Menikahimu



بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم 

Ini adalah kisah seorang pemuda tampan yang shalih dalam memilih calon istri, kisah ini tak bisa dipastikan fakta atau tidak, namun semoga pelajaran yang ada didalamnya dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama Muslimah yang belum menikah semoga menjadi renungan. Ia sangat tampan, taat (shalih), berpendidikan baik, orangtuanya menekannya untuk segera menikah. Mereka, orangtuanya, telah memiliki banyak proposal yang datang, dan dia telah menolaknya semua. Orangtuanya berpikir, mungkin saja ada seseorang yang lain yang berada di pikirannya. Namun setiap kali orangtuanya membawa seorang wanita ke rumah, pemuda itu selalu mengatakan “dia bukanlah orangnya!” Pemuda itu menginginkan seorang gadis yang relijius dan mempraktekkan agamanya dengan baik (shalihah). Suatu malam, orangtuanya mengatur sebuah pertemuan untuknya, untuk bertemu dengan seorang gadis, yang relijius, dan mengamalkan agamanya. Pada malam itu, pemuda itu dan seorang gadis yang dibawa orangtuanya, dibiarkan untuk berbicara, dan saling menanyakan pertanyaan satu sama lainnya, seperti biasa. Pemuda tampan itu, mengizinkan gadis itu untuk bertanya terlebih dahulu. Gadis itu menanyakan banyak pertanyaan terhadap pemuda itu, dia menanyakan tentang kehidupan pemuda itu, pendidikannya, teman-temannya, keluarganya, kebiasaannya, hobinya, gaya hidupnya, apa yang ia sukai, masa lalunya, pengalamannya, bahkan ukuran sepatunya… Si pemuda tampan menjawab semua pertanyaan gadis itu, tanpa melelahkan dan dengan sopan. Dengan tersenyum, gadis itu telah lebih dari satu jam, merasa bosan, karena ia sedari tadi yang bertanya-tanya, dan kemudian meminta pemuda itu, apakah ia ingin bertanya sesuatu padanya? Pemuda itu mengatakan, baiklah, Saya hanya memiliki 3 pertanyaan. Gadis itu berpikir girang, baiklah hanya 3 perntanyaan, lemparkanlah. Pemuda itu menanyakan pertanyaan pertama: Pemuda: Siapakah yang paling kamu cintai di dunia ini, seseorang yang dicintai yang tidak ada yang akan pernah mengalahkannya? Gadis: Ini adalah pertanyaan muda, ibuku. (katanya sambil tersenyum) Pertanyaan ke-2 Pemuda: Kamu bilang, kamu banyak membaca Al-Qur’an, bisakah kamu memberitahuku surat mana yang kamu ketahui artinya? Gadis: (Mendegar itu wajah si Gadis memerah dan malu), aku belum tahu artinya sama sekali, tetapi aku berharap segera mengetahuinya insya Allah, aku hanya sedikit sibuk. Pertanyaan ke-3 Pemuda: Saya telah dilamar untuk menikah, dengan gadis-gadis yang jauh lebih cantik daripada dirimu, Mengapa saya harus menikahimu? Gadis: (Mendengar itu si Gadis marah, dia mengadu ke orangtuanya dengan marah), Aku tidak ingin menikahi pria ini, dia menghina kecantikan dan kepintaranku. Dan akhirnya orangtua si pemuda sekali lagi tidak mencapai kesepakatan menikah. Kali ini orangtua si pemuda sangat marah, dan mengatakan “mengapa kamu membuat marah gadis itu, keluarganya sangat baik dan menyenangkan, dan mereka relijius seperti yang kamu inginkan. Mengapa kamu bertanya (seperti itu) kepada gadis itu? beritahu kami!” 1. Pemuda itu mengatakan, Pertama aku bertanya kepadanya, siapa yang paling kamu cintai? dia menjawab, ibunya. (Orangtuanya mengatakan, “apa yang salah dengan itu?”) pemuda itu menjawab, “Tidaklah dikatakan Muslim, hingga dia mencintai Allah dan RasulNya (shalallahu’alaihi wa sallam) melebihi siapapun di dunia ini”. Jika seorang wanita mencintai Allah dan Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) lebih dari siapapun, dia akan mencintaiku dan menghormatiku, dan tetap setia padaku, karena cinta itu, dan ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan kami akan berbagi cinta ini, karena cinta ini adalah yang lebih besar daripada nafsu untuk kecantikan. 2. Pemuda itu berkata, kemudian aku bertanya, kamu banyak membaca Al-Qur’an, dapatkan kamu memberitahuku arti dari salah satu surat? dan dia mengatakan tidak, karena belum memiliki waktu. Maka aku pikir semua manusia itu mati, kecuali mereka yang memiliki ilmu. Dia telah hidup selama 20 tahun dan tidak menemukan waktu untuk mencari ilmu, mengapa Aku harus menikahi seorang wanita yang tidak mengetahui hak-hak dan kewajibannya, dan apa yang akan dia ajarkan kepada anak-anakku, kecuali bagaimana untuk menjadi lalai, karena wanita adalah madrasah (sekolah) dan guru terbaik. Dan seorang wanita yang tidak memiliki waktu untuk Allah, tidak akan memiliki waktu untuk suaminya. 3. Pertanyaan ketiga yang aku tanyakan kepadanya, bahwa banyak gadis yang lebih cantik darinya, yang telah melamarku untuk menikah, mengapa Aku harus memilihmu? itulah mengapa dia mengadu, marah. (Orangtua si pemuda mengatakan bahwa itu adalah hal yang menyebalkan untuk dikatakan, mengapa kamu melakukan hal semacam itu, kita harus kembali meminta maaf). Si pemuda mengatakan bahwa Nabi (shalallahu’alaihi wa sallam) mengatakan “jangan marah, jangan marah, jangan marah”, ketika ditanya bagaimana untuk menjadi shalih, karena kemarahan adalah datangnya dari setan. Jika seorang wanita tidak dapat mengontrol kemarahannya dengan orang asing yang baru saja ia temui, apakah kalian pikir dia akan dapat mengontrol amarah terhadap suaminya?? Pelajaran akhlak dari kisah tersebut adalah, pernikahan berdasarkan: - Ilmu, bukan hanya penampilan (kecantikan) - Amal, bukan hanya berceramah atau bukan hanya membaca - Mudah memaafkan, tidak mudah marah - Ketaatan/ketundukan/keshalihan, bukan sekedar nafsu Dan memilih pasangan yang seharusnya: - Mencitai Allah lebih dari segalanya - Mencintai Rasulullah (shalallahu ‘alai wa sallam) melebihi manusia manapun - Memiliki ilmu Islam, dan beramal/berbuat sesua itu. - Dapat mengontrol kemarahan - Dan mudah diajak bermusyawarah, dan semua hal yang sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam. Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Wanita dinikahi karena empat hal, [pertama] karena hartanya, hasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang agamanya baik, jika tidak maka kamu akan tersungkur fakir”. (HR. Bukhori no. 5090, Muslim no. 1466) Oleh:MZ/Zafaran

Comments

Popular posts from this blog

Kenapa Melayu kerja Gomen?

Kullu Man Fil Kauni

Qasidah: Ayyuhal Mushtaq/Ya Ilahal Kawni